Jumat, 27 April 2012

Akhirnya akan berhadapan di Final Liga Champions 2012 antara Chelsea Vs Bayern Muenchen diStadion Alians Arena, Muenchen Jerman, tanggal 19 Mei 2012 nanti.



Di Semi Final Barcelonatumbang oleh Chelseadengan agregat 3:2  dan Real Madrid di kalahkan Bayern Munchen, setelah perpanjangan waktu masih tetap agregat 3:3 akhirnya adu pinalti dg 1:3 hingga  agregatnya menjadi 6:4 untuk  Muenchen.
Hasil ini mematahkan prediksi sebagian besar penggila bola bahwa  Barca dan Madrid difavoritkan akan tampil di Final Liga Champions 2012. Tapi rupanya kutukan juara bertahan Liga Champions masih berlanjut , bahwa belum ada klub yang bisa mempertahankan gelar juara 2 kali berturut-turut bahkan termasuk negara. Tadinya Barca dengan  permainan tiki-taka nya di prediksi sebagai klub pertama yang akan mampu mematahkan kutukan itu untuk mempertahankan gelar juara tersebut, tapi nyatanya mereka tumbang juga. Ironisnya lagi baik Barca maupun Madrid sebagai gudang pemain2 top dunia kalah dikandangnya sendiri, bahkan masih di semi final.

Ah… di semi final memang ada yang tersenyum bahagia, banyak pula yang tersenyum kecut n kecewa berat .. Tapi bola itu bundar, hasil sepak bola bukan hasil matematika … satu yang harus dijungjung tinggi yakni Sportifitas dan Fair Play harus tetap di utamakan. Setujuuuu ???

Bravo Chelsea.. Bravo Muenchen dan buat semua Fans Barca n Madrid.  Terimalah kenyataan pahit ini, yaa ?.
Buat sobat2 apa komentar anda tentang pertandingan Semi Final antara Barcelona Vs Chelsea dan Bayern Muenchen vs Madrid serta bagaimana prediksi di Final Liga Champions 2012 antara Chelsea Vs Bayern Muenchen nanti ??.

sumber:

Peran dan Fungsi Mahasiswa


Peran dan fungsi mahasiswa
            Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Maka tak jarang bila seorang mahasiswa menjadi contoh bagi sosial manyarkat karena dya adalah orang yang terdidik dan rata-rata dari mereka sudah memiliki pemikiran yang lebih dewasa di bandingkan dengan pelajar yang lain.
Mahasiswa harus menjadi pemimpin bangsa dmasa yang akan datang. oleh sebab itu seorang mahasiswa harus mmpunyai moralitas yg baik sehingga dmasa yg akan datang tak ada lagi yang namanya penyalah gunakan hak moralitas banngsa seperti sekarang ini.
Mahasiswa harus berani bersuara untuk melakukan perubahanJangan hanya teriak dan bergaya diplomatis tetapi harus bisa menunjukan bahwa kita semu berkredibilitas untuk menggantikan mereka yg telah duduk manis di meja pemerintahan sana.
tidak  semua anak kuliah harus disebut mahasiswa terutama mereka yg selalu memamerkan kekayaan orang tuanyaapa mereka tidak berfikir mereka itu punya apa, kasian orang tua yang banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluargaJngan ditambah bebannya karena mempunyai anak yang kuliah harus mewah. Mereka yang seperti itu bisa membunuh keinginan dan niat orang tua yang laen bila akan menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih baik.
Mahasiswa selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat.
            Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri.

Dalam hal ini, secara umum mahasiswa menyandang tiga fungsi strategis, yaitu :

1. sebagai penyampai kebenaran (agent of social control)
2. sebagai agen perubahan (agent of change)
3. sebagai generasi penerus masa depan (iron stock)
            Mahasiswa dituntut untuk berperan lebih, tidak hanya bertanggung jawab sebagai kaum akademis, tetapi diluar itu wajib memikirkan dan mengembang tujuan bangsa. Dalam hal ini keterpaduan nilai-nilai moralitas dan intelektualitas sangat diperlukan demi berjalannya peran mahasiswa dalam dunia kampusnya untuk dapat menciptakan sebuah kondisi kehidupan kampus yang harmonis serta juga kehidupan diluar kampus. 

Peran dan fungsi mahasiswa dapat ditunjukkan :
a. Secara santun tanpa mengurangi esensi dan agenda yang diperjuangkan.
b. Semangat mengawal dan mengawasi jalannya reformasi, harus tetap tertanam dalam jiwa   setiap mahasiswa.
c. Sikap kritis harus tetap ada dalam diri mahasiswa, sebagai agen pengendali untuk mencegah berbagai penyelewengan yang terjadi terhadap perubahan yang telah mereka perjuangkan.

Dengan begitu, mahasiswa tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan solidaritas kerakyatan.

 Ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan politik
 maupun sosial.

1. Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara masyarakat.

2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda.

3. kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari-hari.

4. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.

Pada saat generasi yang mem
impin bangsa ini sudah mulai berguguran pada saat itulah kita yang akan melanjutkan tongkat estafet perjuangan bangsa ini. Namun apabila hari ini ternyata kita tidak berusaha mambangun diri kita sendiri apakah mungkin kita kan membangun bangsa ini suatu saat nanti?

Jawabannya ada pada diri anda masing-masing.

Kemampuan yang harus dimiliki seorang mahasiswa
1. Soft skill (Kemampuan Kepribadian)
- Soft Skill atau kemampuan kepribadian adalah salah satu faktor untuk sukses pada pendidikan yang ditempuh dan juga penentu untuk masa depan seseorang dalam menjalani hidupnya.
- Karena soft skill hampir 80 % menentukan keberhasilan seseorang.
Kemampuan soft skill yang perlu dimiliki seorang mahasiswa
 dan harus di kembangkan agar kemampuan itu tumbuh 
- Manajemen waktu
- Kepemimpinan (leadership)

-Tingkat kepercayaan yang tinggi (self confidence)
- Selera humor yang tinggi (sense of humor)
-Memiliki keyakinan dalam agama (spiritual capital)

2. Hard Skill (Kemampuan Intelektual)

Kemampuan intelektual hanya mendukung 20 % dari pencapaian prestasi dan keberhasilan seseorang
            Jika kemampuan soft skill ini kita punyai, maka kita akan menjadi orang yang baik di masa depan, sebab saat ini yang terjadi banyak orang yang penting meningkatkan intelektual mereka padahal untuk menjadi orang yang berjiwa sosial harus meliki soft kill yang matang. Dalam berinteraksi dengan masyarakat intelektual sangat sedikit digunakan walaupun intelektual harus dimiliki oleh setiap mmahasiswa, akan tetapi itu hanya untuk melengkapi saja.

Yakini pilihan anda, bahwa dalam dunia 
ketika anda menekuni pendidikan tinggi anda bisa sukses seperti yang anda cita-citakan. Amien…
Sumber:
http://pwk10gaul.blogspot.com/2011/01/peran-dan-fungsi-mahasiswa-rizki.html


Faktor penyebab tindakan kriminal/kejahatan


1.    Mazhab lingkungan-ekonomi
Aliran ini mulai terasa pengaruhnya pada penghabisan abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, ketika timbul sistem baru dalam perekonomian dan kelihatan bertambah. Menurut mazhab ini mementingkan keadaan ekonomi sebagai sebab timbulnya kejahatan.
Pandangan masyarakat yang berdasarkan keadaan ekonomi (yang dinamakan hisotoris materialisme), akan berpengaruh besar terhadap kriminologi. Menurut ajaran ini tiap-tiap cara produksi (umpama feodal, kapitalistis) mempunyai penjahat-penjahat sesuai dengan rasa (karya-nya) sendiri, menurut jalan pikiran ini jadinya tidak hanya dipersoalkan sampai dimana faktor-faktor ekonomi (seperti kesengsaraan) mempunyai pengaruh terhadap kejahatan, tapi juga sampai dimana suatu sistim ekonomi melalui semua lapisan masyarakat akhirnya menguasai seluruh kejahatan.
Menurut F. TURATI (seorang italia yang melawan pemerintahan fasisme) ia mengatakan tidak hanya kekurangan dan kesengsaraan saja, tapi juga nafsu ingin memilik, yang berhubungan erat dengan sistem ekonomi pada waktu sekarang, mendorong kejahatan-kejahatan ekonomi. Mengenai kejahatan terhadap orang (kejahatan agresif), TURATI menunjukan akan pengaruh dari keadaan materieel terhadap jiwa manusia seperti : kesengsaraan membuat pikiran menjadi tumpul, kebodohan, dan ketidak beradaban merupakan penganut-penganutnya, dan hal ini merupakan faktor-faktor yang berkuasa dalam timbulnya kejahatan serupa ini. Keadaan tempat tempat tinggal (lingkungan) yang buruk merosotkan moralitet seksuil dan menyebabkan kejahatan kesusilaan.
2.    Beberapa hasil aetiologi daripada sosiologi kriminil
Sosiologi kriminil sudah berumur kira-kira satu abad ; beberapa unsur, yang turut menyebabkan terjadinya kejahatan dipelajarinya dan penyelidikan ini tidak di mungkiri menyebabkan kita mempunyai pandangan yang lebih dalam. Dalam uraian yang pendek tentang kriminologi ini tidaklah mungkin menguraikan seluruh bahan-bahan yang didapatnya. Apalagi dengan mendalam. Terpaksa cukup dengan memajukan beberapa hasil yang penting saja, seperti ;
a.      Terlantarnya Anak
Kejahatan anak-anak, pemuda-pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan, lagi pula kebanyakan penjahat- penjahat yang sudah dewasa umumnya sudah sejak mudanya menjadi penjahat sudah merosot kesusilaanya sejak kecil.
b.      Kesengsaraan
Pengaruh kesengsaraan terhadap kejahatan ekonomi sudah terbukti sangat besar asal saja yang dimaksud dengan kesengsaraan bukan hanya hampir mati karena kelaparan. Dari kejahatan ekonomi secara umum, yang paling banyak menjadi penyebabnya adalah kesengsaraan.
c.      Nafsu Ingin Memiliki
Pada umumnya sangat sukar untuk menentukan dengan pasti, karena dengan maksud apa suatu kejahatan dilakukan. Karena itu, statistik kriminil di NETHERLAND juga tidak berani mengadakan pembagian menurut maksudya. Barangkali dapat dikatakan bahwa pencurian biasa lebih banyak dilakukan karena maksud-maksud yang berhubungan dengan faktor kesengsaraan, sedangkan kejahatan terhadap kekayaan yang lebih berbelit-belit bentuknya, sering disebabkan karena nafsu ingin memiliki atau dilakukan oleh penjahat pencaharian.
d.     Demoralisasi seksuil
Psyco-pathologi modern mengajarkan pada kita dengan terang, bahwa lingkungan pendidikan sewaktu masih muda besar sekali pengaruhnya terhadap adanya kelainan-kelainan seksuil (biasanya berhubungan dengan kejahatan). Dalam masyarakat sekarang banyak sekali anak-anak yang hidup di linkungan yang buruk (dari segi sosial, tetapi juga terutama psycologis dan paedagogis). Banyak anak-anak terutama dari golongan rendah dalam masyarakat mengenal penghidupan kesusilaan sedemikian rupa, sehingga menyebabkan mereka dapat memperoleh kerusakan dalam jiwanya, yang dapat bersifat hebat sekali.
e.      Alkoholisme
Mengenai pengaruh langsung dari alkoholisme terhadap kejahatan dibedakan antara yang chronis dan yang akut. Alkoholisme yang chronis pada seorang yang diwanja sudah tidak sehat, selama perkembangannya begitu merusak penderita- penderitayang malang, hingga dapat menyebabkan kejahatan yang sangat berbeda macamnya. Dengan jelas hal ini terlihat umpanya pada golongan pengemis dan gelandangan, yang daftar hukumnya penuh dengan bermacam-macam kejahatan, sedangkan kebanyakan dari mereka adalah peminum yang chronis.
Alkoholisme akut adalah terutama berbahaya karena ia menyebabkan hilangnya dengan sekonyong-konyong daya menahan diri dari sipeminum. Begitulah seseorang yang mempunyai gangguan-gangguan dalam kehidupan seksuilnya, jika minum alkohol yang melampaui batas, yang menyebabkan ia tak dapat menahan hawa nafsunya lagi, akan mencari kepuasan seksuilnya dengan cara yang melanggar undang-undang, dan akibatnya ia akan dituntut di depan pengadilan.
f.      Kurangnya Peradaban
Peradaban dan pengetahuan yang terlalu sedikit, dan kurangnya daya menahan diri yang bergandengan dengan itu. Tapi masih ada juga kelompok-kelompok yang besar yang hidup dalam keadaan kerohanian yang menyedihkan, kebudayan untuk mereka semata-mata merupakan kata hampa saja : masih ada orang-orang barbar yang hidup dalam masyarakat beradab. Adalah negara- negara, daerah-daerah, dan golongan-golongan penduduk yang paling terbelakang yang menunjukan kejahatan kekerasan yang paling banyak.
g.      Perang
Perang pernah disebut sebagai percobaan besar-besaran dalam lapangan sosiologi, karena hampir semua faktor yang dapat menyebabkan kejahatan, di buatnya menjadi lebih penting.
3.    Mazhab Bio-Sosiologi
                Rumusnya berbunyi “tiap kejahatan adalah hasil darai unsur- unsur yang terdapat dalam individu, masyarakat dan keadaan fisik“. Suatu kejahatan tertentu, adalah hasil dari dua unsur tadi. Yang dimaksud dengan unsur yang terdapat dalam individu ialah unsur-unsur seperti apa yang diterangkan oleh Lombroso. Baiknya ialah bahwa rumus tersebut berlaku untuk semua perbuatan manusia, jahat ataupun tidak.
4.    Mazhab Spiritualis
Diantaranya aliran-aliran dalam kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, ialah aliran yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan adalah tidak berimannya seseorang. Tetapi kemudian aliran ini mengalami bermacam-macam perobahan dan kehalusan, yang oleh karenanya –demikian itu jika mungkin- pada waktu sekarang lebih tepat jika dinamakan aliran neo-spiritualis yang lebih dari pada aliran-aliran yang sudah dibicarakan mempunyai kecenderungan, mementingkan unsur kerohanian dalam terjadinya kejahatan.
 KESIMPULAN
                 Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni). Dalam teori kriminologi bahwa kejahatan merupakan gejala individual dan bahwa kejahatan adalah sebagai gejala sosial, merupakan dua konsep yang harus terus di kaji validitasnya.
Mencegah lebih baik dari pada menyembuhkan, demikianlah semboyan dari ilmu pengetahuan kedokteran sejak dahulu kala, kebenaran yang sama juga berlaku bagi kriminologi. Mencegah kejahatan adalah lebih baik daripada mencoba mendidik penjahat menjadi orang baik kembali, lebih baik disini juga berarti : lebih mudah, lebih mencapai tujuannya, lebih murah. Kriminologi terutama digunakan untuk memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang baik dan lebih-lebih menghindarinya.
Apa dan Siapa Penjahat itu adalah orang/kelompok yang telah malakukan suatu kejahatan. Dipandang dari sudut formil (menurut hukum) kejahatan adalah suatu perbuatan yang oleh masyarakat (dalam hal ini Negara) yang diberi pidana. Menurut Mr. W. A. BONGER kejahatan adalah perbuatan yang sangat antisosial yang memperoleh tentangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan).
Apa yang menyebabkan seseorang / kelompok melakukan suatu kejahatan tidak lepas dari beberapa faktor yang mendasarinya seperti faktor lingkungn, ekonomi, sosiologi, psychologi, bio-sosiologi, dan spiritualis.
DAFTAR PUSTAKA
 Yesmil Anwar & Adang. Pembaruan Hukum Pidana, Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia 2008.
BONGER, W. A. . Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta. PT.  Pembangunan 1962.

sumber;

Peraturan atau Undang-undang keimigrasian


(7 April 2011) Undang-Undang Keimigrasian yang baru telah disahkan untuk menggantikan UU Keimigrasian no. 9 tahun 1992 yang telah hampir berumur dua dekade. Undang-undang yang baru ini telah dipersiapkan lama sekali oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Depatermen Hukum dan HAM RI. Gagasan untuk pembaharuan UU no. 9/1992 tersebut sudah mulai timbul sejak sekitar tahun 1998an karena “ketidakpuasan” internal Ditjen. Imigrasi terhadap materi yang terkandung dalamnya. Pertama kali saya melihat draft lengkap RUU Keimigrasian itu sekitar tahun 2002, walaupun sebenarnya draft tersebut mungkin saja sudah ada sebelum tahun 2002. Sepengetahuan saya, setiap tahunnya Ditjen Imigrasi terus melakukan revisi dan pembahasan RUU keimigrasian tersebut. RUU Keimigrasian telah dua kali diajukan pemerintah ke DPR, yang pertama ialah pada Oktober 2005 dan yang kedua kalinya ialah pada Februari 2010 yang sekarang kemudian telah disahkan.
Melihat pemberitaan di Kompas.com, berita tentang pengesahan UU keimigrasian ini berjudul “RUU Imigrasi disahkan: Izin Tinggal WNA dipermudah” (http://nasional.kompas.com/read/2011/04/07/1233085/Izin.Tinggal.WNA.Dipermudah). Bisa dilihat dari pemberitaan di media massa nasional titik berat pemberitaan mengenai UU Keimigrasian masih terbatas sebatas Izin Tinggal WNA dan paspor. Dalam sidang pengesahan DPR pengunjung sidang yang sebagian besar adalah suami atau istri dari perkawinan campuran menyambut gembira pengesahan tersebut, karena UU yang baru akan memberikan kemudahan pengurusan izin tinggal bagi suami atau istri dalam perkawinan campuran begitu pula bagi anak-anak hasil perkawinan campuran tersebut.
setelah melihat pemberitaan didalam negeri, saya coba ajak untuk sekilas melihat pemberitaan diluar negeri. Portal berita Adelaidenow.Com.au menyoroti berita pengesahan UU keimigrasian Indonesia dengan sudut pandang yang berbeda. Berita dengan judul “Indonesian legislators pass people smuggling bill” (http://www.adelaidenow.com.au/news/world/indonesian-mps-pass-people-smuggling-bill/story-e6frea8l-1226035585418) menyoroti konten RUU keimigrasian tersebut lebih kepada pengaturan pidana bagi orang-orang yang terkait dengan perdagangan atau penyeludupan manusia antarbangsa. Tentunya Australia memang punya interes tersendiri terhadap Indonesia terutama terhadap politik keimigrasian Indonesia, karena memang Indonesia dan banyak negara-negara sekitar Australia dianggap sebagai “buffer zone” bagi arus masuknya imigrasn ke Australia. Diberita tersebut dicantumkan bahwa pengesahan ini adalah pemenuhan janji SBY ketika ia berpidato di hadapan parlemen Australia di Canberra tahun lalu, yang ketika itu beliau berjanji bahwa undang-undang yang isinya akan menghukum orang-orang yang terkait dengan people smuggling akan segera disahkan dalam beberapa bulan kedapan. Saya tidak tahu apakah hal ini merupakan faktor yang menentukan dalam percepatan pengesahan RUU keimigrasian.
Dengan melihat dua pemberitaan tersebut, yang mana keduanya dikeluarkan dalam waktu yang bersamaan, kita bisa melihat urgensi UU keimigrasian secara nasional maupun secara internasional. Andry Indrady MPA, dalam opini di Media Indonesia pada 17 Januari 2007 yang berjudul “Keimigrasian: Bukan sekedar paspor dan visa” (versi blog dari tulisan tersebut dapat dilihat dihttp://andryindrady.blogspot.com/2009/06/keimigrasian-bukan-sekadar-paspor-dan.html) menyebutkan bahwa kebijakan keimigrasian pada zaman globalisasi ini tidak cukup hanya sekedar merefleksikan national interest bangsa (inward looking) saja, akan tetapi harus juga harus mencakup cara-cara pandang baru yang yang lebih bersifat global (outward looking). Saat ini pemerintah masih menganggap isu keimigrasian bukanlah isu yang penting dalam kebijakan luar negeri RI, akan tetapi ada beberapa negara yang bergantung pada kebijakan keimigrasian Indonesia, atau setidaknya memperhatikan kebijakan Keimigrasian Indonesia dengan cermat karena akan berdampak bagi negara mereka.
Kalau kita mencermati UU keimigasian yang baru maka kita akan lebih mengerti bahwa keimigrasian bukan Cuma sekedar paspor dan visa, tergantung sikap pemerintah dalam menentukan kebijakan keimigrasian Indonesia, apakah akan memanfatkannya sebagai pendukung kebijakan luarnegeri Indonesia atau dibiarkan hanya sekadar menjadi undang-undang saja. Semoga UU keimigrasian yang baru lebih memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia dan juga bagi politik luar negeri Indonesia.

sumber:

Asas Kewarganegaraan

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan, Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal. adapun asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini antara lain :
  1. Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
  3. Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang anak hanya apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu ibu tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Berdasarkan undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita  WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menentukan pilihannya, dan pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan perkembangan baru yang positif bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Namun perlu di telaah, apakah pemberian dua kewarganegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari atau tidak, karena bagaimanapun memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk kepada dua yurisdiksi, dan apabila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lainnya tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila terdapat pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana, dan bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

Selasa, 10 April 2012

Cara Menghilangkan Bekas Luka


Cara Menghilangkan Bekas Luka

Cara Menghilangkan Bekas Luka, Bekas Luka memang dapat mengurangi rasa percaya diri pada setiap orang terutama kaum hawa yang selalu memerhatikan penampilan atau pun mode style dan apa lagi jika bekas luka tersebut tampak di daerah kulit yang sering terlihat sehingga membuat kita menjadi tidak “pede”. Seperti bekas luka di wajah, tangan, kaki dan sebagainya. Cara menghilangkan bekas luka dapat dilakukan dengan cara tradisional, berikut macam-macam cara menghilangkan bekas luka secara tradisional:
* Oleskan minyak zaitun ke area bekas luka karena Cara ini dapat membantu mengangkat bekas luka.
* Lidah buaya, Oleskan getah cairan lidah buaya ke area luka yang masih baru, Cara ini efektif mencegah pembentukan luka permanen .
* Madu, madu juga dapat mengangkat bekas luka dan selain mengangkat bekas luka madu juga dapat membuat kulit tampak bercahaya secara alami.
* Jus mentimun, Oleskan jus mentimun ke area bekas luka dan biarkan selama 15 menit sebelum membasuh muka dengan air dingin.
* Minyak kelapa , Cobalah memijat area bekas luka dengan minyak kelapa. Cara ini bisa menyamarkan bekas luka walau tidak sepenuh nya dapat menghilangkan bekas luka.
Semoga postingan cara menghilangkan bekas luka ini bermanfaat bagi anda semua dengan menggunakan cara yang sederhana dan secara tradisional tanpa mengeluarkan uang untuk membeli obat penghilang luka yang terkadang mebuat iritasi kulit atau kulit yang sensitif terhadap obat yang kurang cocok di kulit nya dan maka dari itu cara tradisional penghilang bekas luka ini dapat anda lakukan dan anda coba.

Otonomi daerah dan permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah



Potensi Masalah
1) Undang-undang Otonomi Daerah Masih Rentan:
Pertama-tama, pengguliran Undang-undang Otonomi Daerah itu sendiri mengandung masalah yang cukup kompleks karena proses sosialisasi yang demikian singkat.Sementara itu uji-uji coba yang dilakukan belum sempat dijadikan sebagai “feed back” untuk melakukan revisi-revisi yang diperlukan. Harus diakui bahwa Undang-undang Otonomi Daerah baru merupakan dokumen kesepakatan politik antara Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara di tingkat Pusat sementara harus pula di akui bahwa sistem politik dan kenegaraan kita masih memungkinkan terjadinya kesenjangan aspirasi antara rakyat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Sebagai contoh, sementara pemerintah pusat mengartikan otonomi daerah sebagai pelimpahan hak, wewenang dan tanggungjawab pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, timbul berbagai interpretasi. Daerah-daerah yang kaya menginterpretasikan sebagai otonomi dan desentralisasi yang menjurus kepada faham federalisme bahkan di daerah seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur dan Irian Jaya telah terlontar ide-ide untuk merdeka. Di sisi lain, daerah-daerah yang miskin agak enggan menerima pelimpahan hak, wewenang dan tanggungjawab dan tetap mempertanyakan sebarapa jauh Pemerintah Pusat tetap bisa memberikan subsidi terhadap APBD-nya. Penerimaan konsep otonomi daerah ini bisa diterima dalam ruang over dan under interpretation tersebut dengan kata lain bisa saja diterima setengah-setengah atau dengan berbagai catatan dan komfromi yang perlu dipertimbangkan.
2) Ancaman Disintegrasi Bangsa:
Sekalipun peneyelenggara negara telah berusaha menegakan dan melestarikan Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI), namun masih terdapat ancaman, hambatan dan gangguan terhadap keutuhan NKRI. Kemajemukan yang rentan konflik, kebijakan yang terpusat dan berkesan otoriter serta pengaruh gejolak politik internasional berpotensi menyuburkan bibit disintegrasi bangsa. Munculnya gejala disintegrasi bangsa dan merebaknya berbagai konflik sosial di berbagai daeran seperti yang terjadi di Maluku dapat menjadi gangguan bagi keutuhan NKRI. Apabila tidak segera ditanggulangi, gejala ini dapat mengancam keberadaan dan kelangsunngan hidup bangsa dan negara. Sementara itu di Daerah Istimewa Aceh dan Provinsi Irian Jaya gejolak yang timbul lebih merupakan gerakan yang mengarah kepada separatisme.Otonomi Daerah dilaksanakan dalam wadah dan kerangka NKRI. Gejala-gejala di atas secara langsung maupun tidak membangkitkan skeptisisme, ketidakpercayaan dan antipati terhadap proses otonomi daerah sehingga proses otonomi daerah ibarat menantang arus. Bila arus skeptisisme, ketidakpercayaan dan antipati itu sedemikian kuat maka besar kemungkinan akan menghanyutkan proses dan realisasi otonomi daerah itu sendiri.
3) Kapasitas Administrasi Pemerintahan Daerah yang Belum Siap:
Pelimpahan hak, wewenang dan tanggungjawab pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah tersebut dapat dibaratkan penyerahan “cek kosong”.Pemerintah Pusat tidak lagi menetapkan prioritas, menyusun buku proram pembangunan serta petunjuk-petunjuk pelaksanaan seperti di masa REPELITA.Padahal kapasitas manajemen dan administrasi Pemerintah Daerah dinilai buruk dan tidak berkembang di masa pmerintahan-pemeritahan sebelumnya, dan Pemerintah Daerah masih wewariskan sistem dan sumberdaya manusia yang lama. Bagi daerah-daerah di pusat pertumbuhan yang cukup maju mungkin tidak terlampau sulit dengan mengerahkan sumberdaya manusia yang ada di daerahnya. Namun bagi daerah-daerah terpencil dan masih terbelakang hal itu menjadi masalah besar dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengantisipasinya. Hingga saat otomi daerah digulirkan pun daerah masih bergelut dengan masalah-masalah pokok dalam administrasi pembangunan seperti perumusan tugas pokok; perumusan fungsi; perumusan struktur organisasi; administrasi kepegawaian; administrasi keuangan; administrasi logistik; administrasi perkantoran; hubungan kerja; dan lain sebagainya (Siagian, 1995). Prasyarat otonomi/desentralisasi yang diajukan oleh Smith, 1979 juga masih relevan dipertanyakan, yaitu: mampukah menerima wewenang yang dilimpahkan; mampukah melaksanakan fungsi/tugas pemerintahan; mampukah melaksanakan bidang tugas administratif; dan mampukah mengumpulkan sumber pendapatan dari daerah. Dengan adanya otonomi daerah hal-hal di atas sebagian besar harus mulai lagi difikirkan dari awal dan sulit diperkirakan berapa lama bisa dituntaskan.
4) Paradigma Manajemen/Administrasi Pembangunan di Daerah Harus Berubah Secara Drastis:
Paradigma manajemen pembangunan di era otonomi daerah jauh berbeda dengan di masa-masa sebelumnya. Di masa lalu pemerintah daerah hanya memikirkan bagaimana distribusi proses pembangunan sampai kepada rakyat berdasarkan alokasi anggaran dari pusat, sementara masalah kebutuhan anggaran difikirkan oleh pusat. Sehingga paradigma yang terbentuk adalah pemerintah daerah sebagai administrator dan mengabdi kepada otoritas pusat. Pusat yang menilai benar-salahnya pemerintah daerah mengadministrasi pembangunan. Di era otonomi daerah, khususnya kota dan kabupaten yang menerima otonomi yang luas, pemerintah daerah harus memfungsikan manajemen pembangunan secara lengkap, mulai dari planning, staffing, directing, actuating, control and evaluation. Hal ini diisyaratkan oleh Hilhorst (1980) sebagai mampu merencanakan produksi barang dan jasa; mampu mengawasi dampak dari produksi barang dan jasa; dan mampu mendorong pembangunan daerah sesuai dengan sumber-sumber yang tersedia.
Di satu sisi pemerintah daerah dituntut kemampuannya untuk mengembangkan sumberdaya ekonomi yang ada di daerahnya sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai, di sisi lain pemerintah daerah juga di tuntut untuk mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya meliputi penyediaan lapangan kerja atau kesempatan berusaha, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang terjangkau oleh rakyat jelata, termasuk berbagai kemudahan dalam pelayanan-pelayanan publik. Jadi pemerintah daerah harus secara simultan menerapkan strategi pertumbuhan dan pemerataan (growth with equity) dengan basis ekonomi kerakyatan (peoples’ economy). Masalah yang dihadapi adalah mampukah pemerintah daerah dalam waktu yang relatif singkat merubah paradigma pemerintahan dan perilaku aparat yang government oriented menjadi public servant oriented; dari paradigmagovernment spending economy ke paradigma government generating economy.Dengan kata lain mampu menerapkan kombinasi yang “pas” antara konsepentrepreneurship (kewirausahaan) daerah dengan konsep sistem kesejahteraan sosial (social welfare).
5) Sumberdaya Lokal yang Belum Memadai:
Sudah menjadi kenyataan bahwa sebagai akibat dari sentralisme pembangunan sejak masa penjajahan, masa Orde Lama, dan masa Orde Baru, terjadi dikotomi Jawa-Luar Jawa, Pusat-Daerah, Kota-Desa dalam hal sumberdaya lokal meliputi sumberdaya fisik dan sumberdaya manusianya. Hal ini menciptakan prakondisi yang beranekaragam bagi tiap daerah dalam mengawali proses otonominya. Perhitungan kasar menunjukan bahwa hanya empat propinsi yang kaya akan sumberdaya alam, yaitu Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya yang mampu mandiri dalam membiayai APBD-nya. Propinsi selebihnya membutuhkan subsidi berkisar 37,20% (Jawa Timur) sampai 91,65% (dahulu Timor Timur).
Jalan yang disarankan bagi daerah yang belum mampu mandiri adalah mengembangan kemitraan usaha (panership) antar pemerintah daerah (dalam wadah perusahaan milik daerah) dan dunia usaha atau sektor bisnis. Kendala yang dihadapi kemudian adalah sumberdaya manusia, karena daerah yang miskin hampir identik dengan sumberdaya manusia yang masih rendah kualitasnya. Selain itu modus operandi dari konsep kemitraan itu masih harus dicari karena praktis daerah-daerah yang miskin hanya mampu mengkontribusi mungkin lahan (yang belum siap pakai) dan tenaga kerja (yang mungkin belum terampil), belum lagi masalah-masalah gejolak sosial yang menggejala dan mengganggu aktivitas usaha. Dalam situasi seperti itu, adakah investor yang mau “menutup mata” dari segala resiko kehilangan investasinya sementara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang bersangkutan juga tidak bisa menjamin ?
Karena itu berkaitan dengan sumberdaya lokal daerah untuk berotonomi Smith (1979) mengajukan prasyarat yang perlu dipertanyakan lebih dahulu, yaitu: apakah kondisi wilayah mendukung; apakah besar anggaran belanja memadai; apakah ada/tidak ada/kurangnya ketergantungan keuangan dari luar; dan apakah potensi dan kualitas personil yang ada memadai.
6) Ancaman Globalisasi:
Tanpa ada pilihan lain Indonesia telah menyatakan keturutsertaannya dalam agenda globalisasi Asia-Pasific Free Trade Area (AFTA) Tahun 2003 dan menyongsong Globalisasi Tahun 2020. Hal itu sekali gus merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah. Tapi tidak kecil pula pula ancaman yang mungkin ditimbulkan khususnya bagi daerah-daerah yang masih lemah kemandirian ekonominya.
Ancaman di atas justru berakar dari sistem dan praktek perekonomian yang dianut sebelumnya, yang sarat dengan sistem subsidi yang berasal dari sektor sumberdaya alam (khususnya minyak bumi dan hutan) ke sektor-sektor lainnya (khususnya sektor pertanian). Di sisi lain melimpahnya dana dari minyak bumi dan hutan telah menyuburkan pula birokrasi ekonomi yang tidak efisien termasuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang bermuara pada ekonomi biaya tinggi (high cost economy).Walhasil fenomena yang terjadi adalah lemahnya daya saing produk dan jasa yang dihasilkan Indonesia hampir di semua sektor. Masih bisa di ingat, manakala ekspor sumberdaya minyak dan gas bumi mulai merosot, muncul skenario ekspor non-migas. Namun kemudian diterima kenyataan bahwa komoditi-komoditi ekporIndonesia bermutu jauh di bawah standar dan harganya tidak mampu bersaing di pasar internasional. Di era otonomi daerah, meningkatkan efisiensi produksi yang berdaya saing tinggi praktis harus difikirkan oleh pemerintah daerah, termasuk pula sebagian dari sistem dan proses dari rantai tataniaga, yang keduanya sudah sangat terbiasa (terbudaya; internalized) dengan subsidi dan KKN di sana-sini. Pertanyaanya, kendatipun mempunyai peluang untuk memanfaatkan globalisasi dan perdagangan bebas, mampukah pemerintah daerah, dengan segala kelemahan yang telah diuraikan pada butir 1) sampai dengan 5) di atas dan dalam waktu yang harus relatif singkat, mempersaingkan produk-produk daerahnya di pasar internasional ? Untuk dipertanyakan saja visi mengenai hal ini kepada rata-rata Walikota dan Bupati yang ada, rasanya masih cukup berat.
Kesimpulan
· Agar suatu daerah dapat berotonomi dengan baik diperlukan beberapa prasyarat, yaitu prasyarat dari aspek pemerintahan, manajerial, dan potensi daerah.
· Undang-undang Otonomi Daerah dan proses otonomi daerah di Indonesia relatif masih merupakan hal yang baru dan belum tersosialisasi dengan matang. Undang-undangnya itu sendiri baru merupakan dokumen kesepakatan politik yang dalam implementasinya masih dapat dinterpretasikan berbeda-beda. Daerah-daerah yang kaya cendrung menginterpretasikan sebagai kebebasan yang luas, yang menjurus kepada faham federalisme. Daerah-daearah yang miskin cendrung membuat interpretasi tidak jauh dari sistem desentralisasi terbatas seperti di masa lalu.
· Masalah-masalah ketidakpuasan daerah yang sudah kronis sebagai akibat dari sistem sentralisasi Orde Lama dan Orde Baru, serta gagalnya dicapai kesefahaman dan kesepakatan terhadap interpretasi Undang-undang Otonomi Daerah, peraturan-peraturan pelaksanaannya serta implementasinya di lapangan, dapat mengancam eksistensi NKRI bahkan dapat menjurus kepada pemisahan diri (separatisme) khususnya bagi daerah-daerah yang kaya.
· Hingga proses otonomi daerah digulirkan sebagian besar daerah khususnya di luar Jawa masih bergelut dalam masalah-masalah klasik administrasi pembangunan dan pemerintahan seperti perumusan tugas pokok; perumusan fungsi; perumusan struktur organisasi; administrasi kepegawaian; administrasi keuangan; administrasi logistik; administrasi perkantoran; hubungan kerja; dan lain sebagainya. Berbagai prasyarat dari aspek pemerintahan, manajerial, dan potensi daerah juga masih perlu dipertanyakan. Karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa proses otonomi daerah sulit dikatakan dapat berjalan mulus seperti yang diharapkan oleh Pemerintah pusat.
· Karena harapan, kesejahteraan dan kepuasan pelayanan rakyat sekarang lebih bertumpu kepada pemerintah daerah, maka paradigma manajemen/administrasi pembangunan dan pemerintahan di daerah harus berubah secara drastis. Di satu sisi manajemen pemerintah daerah harus mampu mengembangan potensi ekonomi daerah (bervisi entrpreneurship), di sisi lain harus mampu secara serta merta membangun kesejahteraan rakyat secara merata atau mengadopsi strategidevelopment with equity, di sisi lain harus pula merubah orientasi dari orientasi “pemerintah” (government oriented) menjadi orientasi “pelayan masyarakat” (public servant oriented).
· Sumberdaya lokal untuk modal awal berotonomi secara potensial ada, namun masih mengandung berbagai potensi masalah. Daerah-daerah yang kaya sekalipun seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya masih menghadapi masalah khususnya potensi sumberdaya manusia. Terlebih pada daerah-daerah yang miskin dan daerah yang selama ini hidup dari subsidi Pemerintah Pusat. Di sisi lain saran hubungan kemitraan antara daerah yang kaya dengan daerah miskin masih harus menemukan konsep operasionalnya dan melampaui uji coba yang panjang.
· Sementara eksperimen otonomi daerah sedang berjalan, globalisasi sudah di ambang pintu. Beberapa indikator menunjukan bahwa daya saing harga berbagai komoditiIndonesia masih lemah di pasar internasional dan hidup dari proteksi dan subsidi pemerintah. Hal itu disebabkan oleh belum efisiennya sistem produksi dan tataniaga disamping potensi sumberdaya manusia Indonesia juga rekatif belum siap menghadapi globalisasi.